MALANG - Dua orang Edi dan Raimun tekun menggurat ukiran kayu sengon hingga membentuk karakter topeng yang diinginkan. Di sampingnya berserakan bekas guratan kayu bercampur dengan topeng yang baru setengah jadi.
Di sebelahnya, seorang perempuan setengah baya dibantu anaknya menyempurnakan ukiran topeng dengan cara mengamplas hingga halus, baru kemudian diberi warna dasar putih dengan cat tembok.
Itulah aktivitas sehari-hari di Padepokan Seni Topeng Asmorobangun yang juga biasa disebut Padepokan Panji Asmorobangun, di Dusun Kedungmonggo, Desa Karangpandan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Sebuah padepokan yang dibangun oleh Sang Maestro Topeng Malang, Mbah Karimun yang meninggal dunia pada 2010.
Karimun sudah menari, mendalang, dan membuat topeng sejak 1930-an. Ia belajar dari ayahnya yang juga seorang seniman dan petani, Serun, di kala senggang. Meski dengan suara gamelan yang ditirukan dari mulut, Karimun muda sangat antusias menarikan Topeng Bapang, Klono, dan Panji yang disukainya.
Buah dari konsistensinya mendalami tarian mulai dirasakan pada awal 1970-an hingga 1990-an. Ia cekatan membuat sendiri topeng-topeng yang hendak dipentaskannya.
Ia sudah menampilkan hasil karyanya di beberapa tempat, bahkan di hadapan Presiden Soeharto. Keahliannya juga pernah ditularkan kepada para mahasiswa Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya dan IKIP Surabaya hingga Ia dinobatkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik sebagai satu dari 27 maestro seni tradisi pada 2007.
Penerus Mbah Karimun yang juga cucunya Handoyo, menjelaskan, karakteristik Topeng Malang-an berbeda dengan topeng dari daerah lain, seperti Solo, Cirebon, Bondowoso.
Perbedaannya terletak pada ragam warna yang lebih banyak dibanding topeng daerah lain. Selain itu, ornamen atau ukirannya juga lebih detail.
“Hal yang paling menonjol, untuk karakter para ksatria ada cula, memakainya menggunakan tali,” terang Handoyo.
Menurutnya, Topeng Malangan berkembang sejak masa kerajaan Hindu-Budha, dengan ciri khas cula, sinom, dan urna. Urna melambangkan karakter manusia, sinom sebagai semesta, dan cula melambangkan penguasa sebagai pengendali alam dan manusia.
Selain itu, ciri topeng malangan mempunyai 76 karakter tokoh yang terbagi menjadi empat kelompok besar.
Kelompok pertama adalah tokoh Panji yang berkarakter baik dengan ciri-ciri berbentuk pemuda tampan dan gagah. Kelompok kedua adalah tokoh antagonis yang mempunyai ciri bermata bulat dan bertaring. Kelompok ketiga adalah kelompok tokoh abdi atau pembantu yang bentuknya lucu-lucu. Kelompok keempat adalah binatang sebagai pelengkap cerita.
Dari pewarnaan, juga ada ciri-ciri tersendiri dan kombinasi lima warna dasar yakni, merah sebagai perlambang keberanian, putih sebagai lambang kesucian, hitam sebagai lambang kebijaksanaan, kuning sebagai lambang kesenangan, dan hijau sebagai lambang kedamaian.
Dari awal pendiriannya hingga sekarang, pertunjukan sendratari Topeng Malangan selalu memainkan kisah Panji yang menceritakan percintaan Raden Panji Asmoro Bangun (Inu Kertapati) dengan Putri Sekartaji (Chandra Kirana).
Cerita panji ini menjadi inspirasi tari topeng yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur.
Diyakini, topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa. Pada beberapa suku, topeng masih menghiasi berbagai kegiatan seni dan adat sehari-hari.
Setiap Topeng Malang mempunyai karakter berbeda, demikian juga gerakan tari yang berbeda setiap karakternya. Biasanya, saat pertunjukan, pemeran hanya berganti topeng untuk memerankan tokoh-tokoh yang dibawakan.
Namun dandanan pokok, seperti kain, celana, dan sampur, tidak berubah. Penari hanya berganti topeng dan irah-irahan (hiasan kepala).
Sumber : http://news.okezone.com/
Sumber : http://news.okezone.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar